Terkini

Tradisi Roah di Dusun Abu Dabi: Menyambut Ramadhan dengan Doa dan Dulang

38
×

Tradisi Roah di Dusun Abu Dabi: Menyambut Ramadhan dengan Doa dan Dulang

Sebarkan artikel ini
Tradisi Roah di Dusun Abu Dabi
Tradisi Roah di Dusun Abu Dabi, Desa Darek, Lombok Tengah
LOMBOK- Suara beduk terdengar menggema hingga ke sudut-sudut rumah warga Kampung Abu Dabi, Desa Darek, Kabupaten, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Senin (11/3/2024) sore menjelang magrib.
Suara beduk tersebut menandakan peringatan agar para jamaah laki-laki segera naik ke masjid. Untuk melaksanakan tradisi roah menyambut bulan Ramadhan 1445 hijriah.
Tradisi roah menjadi bagian penting dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Pada akhir bulan Syakban, tradisi ini kembali digelar dengan penuh semangat oleh masyarakat setempat.
Anak-anak terlihat kegirangan menggunakan busana muslim mengikuti orang tuanya untuk naik ke masjid melaksanakan roah.

Ritual Doa Bersama

Roah merupakan ritual doa bersama yang oleh kaum laki-laki di masjid Abu Dabi. Para perempuan atau ibu-ibu rumah tangga berperan dalam menyiapkan hidangan yang tersaji ke masjid dalam bentuk dulang, sebuah wadah tradisional.
Dulang-dulang ini berisi berbagai macam makanan, seperti opor ayam, opor telur, pecel, pelecing dan masakan khas lainnya.
Ramli (53) tokoh masyaraat setempat menjelaskan bahwa roah merupakan tradisi rutin yang terselenggara setiap tahun menjelang bulan Ramadhan. Tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur dan menyambut kedatangan bulan suci dengan penuh sukacita.
“Roah ini memang tradisi setiap tahun,  untuk menyambut tanggal 1 bulan Ramadhan di masjid Abu Dabi, kita bersyukur dapat bertemu dengan bulan suci ramadhan lagi,” kata Ramli, Selasa (12/3/2024).
Ia menambahkan bahwa tradisi roah, biasanya tersekenggara pada akhir bulan Sya’ban, menjelang tanggal 1 Ramadhan.
“Pelaksanaan roah mulai dengan para perempuan mengantarkan dulang berisi hidangan ke masjid. Kemudian, kaum laki-laki berkumpul di masjid untuk melakukan doa bersama yang dipimpin oleh seorang Kiai atau Tuan Guru,” kata Ramli.
Diterangkannya, dalam roah terdapat doa bersama, sebagai wujud rasa syukur atas nikmat Allah SWT dan memohon kelancaran dalam menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan.
“Setelah doa bersama selesai, tibalah saatnya untuk menikmati hidangan yang telah tersedia dalam dulang. Momen ini menjadi ajang silaturahmi dan kebersamaan bagi masyarakat Dusun ini,” kata Ramli.
Selain menyambut awal Ramadhan, roah juga terlaksasna di pertengan bulan puasa dan di akhir bulan puasa.
“Raoh ini juga dapat terselenggara di pertengahan bulan Ramadhan, yang kita sebut juga roah balik ayat. Jadi balik ayat ini maksudnya mengganti ayat bacaan surah Quraan saat pelaksanaan shalat tarawaih,” kata Ramli.
“ Semnentara roah di akhir bulan Ramadhan juga menjadi bentuk rasa syukur, kita sudah mendapatkan kesempatan kesehatan melaksanakan ibadah puasa satu bulan full,” kata Ramli.

Pandangan Budayawan

Pengaksare Agung Majelis Adat Sasak Sajim Sastrawan menerangkan, tradisi roah menyambut bulan suci Ramadhan merupakan tradisi yang sudah turun temurun masyarakat suku Sasak Lombok sebelum masifnya syiar Islam oleh para sunan dari Jawa.

Menurut Sajim, kata Roah sendiri berasala dari kata Rawuh yang artinya menghadirkan atau mendatangkan. Sebagaimana dari arti kata tersebut roah sendri dalam artian menghadirkan banyak orang.

“Jadi roah ini artinya dari bahasa Sasak lama, berasal dari kat rawuh, yang artinya menghadirkan, mendatangkan. Jadi roah ini bisa juga maknai berkumpul seperti mengajak soudara tetangga untuk berkumpul memperingati suatu peristiwa,” kata Sajim sapaan akrabnya.

Kehadiran banyak orang untuk memperingati peristiwa, dengan cara memanjatkan doa. Hal itu bentuk bukti rasa syukur terhadap sang pencipta. Atas suatu peristiwa penting yang akan atau telah tercapai masyarakat.

“Dari aspek kemasyarakatan secara sosilogis, Roah ini juga satu cara instrument bangsa Sasak ini untuk berkumpul mengucap rasa syukur atas suatu peristiwa yang telah maupun yang akan datang. Misalnya kita menyambut Ramadhan ini,” kata Sajim.

Sajim menerangkan bahwa tradisi roah mempunyai banyak bentuk, di antaranya roah sifatnya untuk keluarga seperti melaksanakan syukuran pernikahan, dan ada roah untuk untuk keperluan komunitas atau kegamaan seperti dalam menyambut bulan puasa ini.

“Nah untuk roah menyanbut bulan Suci Ramadhan ini biasanya juga denagn sebutan roah bersinan atau petaek dulang yang artinya, roah membersihkan diri menyambut bulan suci Ramadhan,” kata Sajim.

Pada prinsipnya kata Sajim, masyarakat Sasak tidak suka merayakan kebahagian secara individual, namun masyarakat Sasak selalu ingin berbagi atas kebahagian yang tengah terpenuhi.

“Masyarakat sasak itu merasa belum cukup berdoa sendiri, merayakan kebahagian sendiri , dia harus menghadirkan sodara dan kerabat tetangga untuk hadir dan berdoa ke pada sang pencipta,” ungkap Sajim.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *