Terkini

Refleksi Kepemimpinan Lalu Iqbal: Ekonomi NTB Melaju dengan Perhelatan MotoGP Mandalika

74
×

Refleksi Kepemimpinan Lalu Iqbal: Ekonomi NTB Melaju dengan Perhelatan MotoGP Mandalika

Sebarkan artikel ini

Oleh: L. M. Abdul Bakir (Sekjen Pemuda Darul Muhajirin)

LOMBOK – “Tiket habis. Jalan lancar. Hotel penuh.” Kalimat singkat itu mewakili suasana perhelatan MotoGP Mandalika, 3-5 Oktober 2025. Sebulan sebelumnya, publik sempat dibuat ragu-ragu bahkan cemas tentang kabar kepastian biaya penyelenggaraan, isu lahan, dan potensi kekacauan transportasi ramai diperbincangkan.

Namun di hari-H kerguan menguap dan menghilang, yang tampak semua berjalan dengan baik, seperti sebuah orkestra kerja yang rapi. Di tengah kerumunan itu, satu figur menonjol bukan karena banyak bicara, tetapi karena hadir dan menuntaskan yakni L. Muhammad Iqbal, Gubernur NTB. Ia tidak mengklaim semua peran, tetapi ia memastikan semua berjalan semestinya.

Di bawah komandonya, target penonton terlampaui, tiket sold out, dan okupansi hotel menembus kisaran 90 persen. Arus masuk lebih dari 120 ribu wisatawan terlayani dengan tertib serta UMKM lokal kebagian panggung yang lebih lapang.

Menjadikan sirkuit bukan hanya lintasan melainkan hidup sebagai etalase Lombok dari kuliner, kriya, sampai pertunjukan budaya. CEO penyelenggara balap memuji sentuhan lokal yang terasa kuat, dan itu bukan kebetulan. Sejak awal, Iqbal menekankan integrasi budaya sebagai pembeda pengalaman Mandalika.

Gaya memimpin Iqbal pada pekan-pekan krusial jelang event memperlihatkan pola yang menarik untuk dicermati yakni hadir di lapangan, memanggil mitra, mengeksekusi keputusan. Ia mendorong pola transportasi yang lebih jelas.

Ia menggerakkan promosi lintas kanal. Ia menyapa relawan dan pelaku UMKM, bukan sekadar lewat spanduk, tetapi dengan agenda pendampingan yang terukur. Sehingga tidak Ada jarak antara klaim dan capaian.

Bagi masyarakat dan pemuda NTB, peran Iqbal menjadi krusial dalam memberi contoh kerja kolaboratif. Pemerintah daerah berperan sebagai penunjuk arah atau kompas, bukan pemilik arah. Kompas ini membuat langkah para operator transportasi, pengelola hotel, pelaku event, dan komunitas bergerak ke arah yang sama. Ketika kompas bekerja, keraguan publik mereda. Ketika koordinasi rapi, peluang ekonomi pun terbuka dari penjualan tiket hingga belanja di lapak-lapak lokal.

Tentu, beberapa catatan tetap perlu dirawat agar standar ini bertahan. Soal lahan, jalur hukum dan mediasi transparan mesti menjadi kebiasaan baru, bukan sekadar respons musiman. Soal transportasi, pemesanan resmi dan tarif jelas harus semakin mapan, agar ruang untuk calo makin sempit.

Soal pemerataan manfaat, skema relawan bersertifikat dan kuota komunitas layak diperluas, supaya partisipasi warga khususnya anak muda semakin meningkat. Namun, catatan ini tidak mengurangi kualitas penyelenggaraan tahun ini. Sebaliknya, ia menjadi agenda berkelanjutan untuk membuat Mandalika melampaui logika “acara tiga hari” menuju ekosistem sepanjang tahun.

Sebab setiap pekerjaan haruslah dilihat dari sudut yang objektif, berani mengakui yang sudah baik, maka berani pula menandai apa yang kurang dan harus ditingkatkan. Pada titik itu, Gubernur Iqbal layak mendapat kredit kepemimpinan yang tenang, terukur, dan fokus hasil. Ia menahan godaan untuk menjadikan diri sebagai poster tunggal. Ia justru menyalakan lampu panggung bagi budaya lokal, UMKM, dan mitra yang bekerja. Hasilnya, Mandalika berdiri bukan sebagai panggung personal, melainkan sebagai karya bersama yang bisa dipertanggungjawabkan.

Dari Ajang ke Ekosistem: Ajakan Optimis untuk Pemuda NTB

Apa yang dapat kita ppelajari dari pergelaran MotoGP kali ini? Pelajaran penting yang dapat dipetik oleh pemuda NTB adalah kesiapan mengundang kesempatan. Ketika wisatawan membeludak, kebutuhan bertambah di banyak lini.

Ada ruang bagi pemandu wisata, homestay yang nyaman, kuliner higienis, merchandise unik dan kreatif, jasa transportasi yang ramah, layanan kebersihan, hingga content creator yang mampu menceritakan suasana kegembiraan dan kebahagiaan saat event. Gubernur Iqbal tidak kenal lelah mengingatkan pentingnya menautkan event besar dengan ekonomi riil. Tahun ini kita melihatnya, sebuah modal sosial yang perlu segera diolah menjadi kebiasaan kerja.

Bagaimana langkah praktisnya? Pertama, perkuat standar layanan. Homestay tidak hanya berkaitan dengan kebersihan, check-in/check-out cepat, dan welcome kit yang informatif tetapi kenyamanan dan kehangatan daerah tempatan. UMKM dan kuliner lokal terus berinovasi dalam kemasan, label komposisi, serta pembayaran nontunai.

Kedua, manfaatkan platform digital untuk pemesanan dan promosi terpadu. Usaha kecil tidak harus punya anggaran besar, tetapi harus punya kecepatan merespons. Ketiga, berkolaborasi. content creator, UMKM, pemilik homestay, dan pengelola tur bisa bergabung menawarkan paket lengkap. Di situ, nilai tambah lahir dari kerja tim, bukan dari kerja sendiri-sendiri.

Di sisi kebijakan, arah yang ditempuh pemerintah daerah sudah di jalur yang tepat melalui kurasi UMKM sebelum event, penguatan relawan, dan penataan transportasi. Ke depan, agenda ini bisa ditingkatkan menjadi ekosistem tahunan. Bentuk “Kalender 365 Mandalika” dengan satu signature event setiap kuartal: olahraga, festival budaya, konferensi kreatif, atau lomba komunitas atau bahkan MMA. Dengan cara ini, tenaga terlatih tidak menganggur di luar musim, kapasitas hotel terpakai merata, dan UMKM tidak hanya laris tiga hari, lalu sepi berbulan-bulan.

Langkah yang paling penting adalah menjaga kesinambungan kualitas sumberdaya manusia melalui Pendidikan vokasi juga kunci. Kampus dan SMK di NTB bisa membuka jalur cepat untuk perhotelan, event management, tour guiding, food safety, dan produksi konten. Sertifikasi kompetensi bagi relawan diperkuat, sehingga pengalaman di event menjadi nilai tambah saat melamar kerja. Di sini peran pemerintah sebagai pengikat ekosistem, dunia usaha sebagai akselerator, komunitas sebagai pendorong partisipasi. Gubernur Iqbal telah menunjukkan cara kerja kolaboratif itu. Tugas kita adalah menjaga ritmenya.

Ajakan untuk pemuda NTB jelas dan positif. Jika tahun ini Anda menjadi relawan, tahun depan bidik posisi koordinator. Jika tahun ini Anda membuka lapak kecil, tahun depan siapkan distribusi ke beberapa titik sekaligus.

Jika tahun ini Anda membuat konten untuk arsip pribadi, tahun depan bangun kanal profesional yang mempromosikan produk lokal dan kisah budaya Lombok ke audiens nasional dan mancanegara. Disiplin, jaga kualitas, dengarkan masukan pelanggan, dan terus berjejaring. Di ruang pertemuan antara keramaian dan kebutuhan, biasanya lahir usaha baru yang tahan uji.

Mengapa ini penting? Karena Mandalika telah memberi kita sesuatu yang lebih berharga dari sekadar jumlah penonton yakni kepercayaan diri kolektif. Kita melihat bagaimana Iqbal memainkan ritme, mengutamakan ketenangan dan kolaborasi yang rapi melahirkan hasil yang bisa dihitung, dinikmati, dan dibanggakan. Sebuah cara memimpin tanpa gaduh, bekerja dengan data, dan memberi ruang bagi yang lain untuk bersinar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *